Kamis, 22 Maret 2012

Mural

Lavi merasa terus diperhatikan. Ia tahu Fado tengah memasang mata padanya dari balik netbook.

Dengan membawa sebuah buku bersampul warna-warni, Lavi duduk di depan meja Fado, berhadapan. Fado memalingkan wajah dari netbooknya, santai.

“Buku apa?” Fado bertanya dan membaca sendiri buku yang dipegang Lavi.

Lavi yang sedang tidak bersemangat menarik tangannya dari buku itu, tapi Fado meraihnya.

“Vi, mau ya jadi pacarku,” Fado bertanya serampangan. Perpustakaan lengang.

Lavi kaget. “Aku kan sudah punya pacar, Fadoo,” gadis bermata sipit itu menyeringai.

“Aku serius.” Fado tahu Lavi menganggapnya sedang bercanda.

Lavi menyeringai lagi, melepaskan tangannya. “Pacaran samaku itu susah. Aku ngambekan, egois, moody akut,” yakinnya pada Fado.

‘Dan pacarmu bisa menangani itu semua? Tidak kan?” Fado tidak mau kalah.

Lavi tersentak. Ia memandang Fado tajam.

“Lalu apa kau bisa?” tantangnya.

“Kita lihat saja.” Fado meraih lagi tangan Lavi, tapi ditampik.

“Sudahlah. Aku tidak mau menambah masalah dengan memulai hubungan baru. Sama saja kamu mengecat di tembok berlumut.” Lavi bangkit meninggalkan Fado.

Fado tercenung. Menatap si buku warna-warni, “Decorative Mural”.

Kali ini Fado yang menyeringai. “Memang harus mencari tembok yang bersih dan kosong untuk membuat mural.” (Alfy Aulia)

image source: streetgiant.com

0 komentar:

Posting Komentar