Sejenak ia terlihat duduk di tepi trotoar. Menunggu datangnya pengendara yang menghentikan kendaraannya di area penjajakannya. Tangannya bergantian memberantakkan beberapa recehan yang didapatnya hari ini.
"Cek…cek..cek..cek...," suara benturan koin itu beriring senada dengan ketukan music dari penjual kaset bajakan di seberang jalan. Bola matanya selalu mengikuti setiap kendaraan yang melintas di jalan jajakannya.
Pak Roto, begitu kami menyebutnya. Setiap jam 9 pagi ia sudah siap meniupkan peluitnya, peluit yang dikalungkan di leher, dengan seragam orange satu satunya yang ia miliki, dan celana gombrong berwarna abu abu muda, serta tas pinggang yang direkatkan tepat pada perpotongan kaos dan celananya untuk menyimpan setiap recehan penghasilanya.
Ia mengatur kendaraan yang berhenti di tepi jalan Jenderal Sudirman ini, Ia tak nampak muda, tapi semangatnya mengalahkan kami yang notabene jauh di bawah usianya.
"Badhe nyebrang nopo? (mau nyebrang mba?)" tanyanya melihat seorang pejalan kaki.