Malam minggu (9/6) kemarin, Kelas
Menulis Purbalingga membuat persembahan kecil bertajuk Pentas Puisi; Perempuan
Kuru Berbaju Biru. Acara itu bertempat di Kafe Pedangan, Purbalingga.
Pentas itu dibuka dengan puisi “Kau
Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana” karya Gus Mus yang dibacakan apik oleh
mentor Kelas Menulis, Bangkit Wismo. Selanjutnya, secara maraton dibacakan 12
karya puisi oleh empat anggota Kelas Menulis, yakni Alfy Aulia, Fitri Arumsari,
Feri Fajar, dan Yuli Widyaningsih.
Dua belas Puisi tersebut
mengilhami cerita mini “Bu Ruh” buatan Alfy Aulia. Cerita mini tentang keluarga
Ruhyati yang tengah hamil tua tapi harus tetap bekerja demi menyambut kelahiran
si jabang bayi.
Ada Fitri dengan puisi “Generasi
Sampah” yang penuh penghayatan, Feri dengan “Dia Anakku, Bukan Buruh”. Yuli
dengan “Sang Pemuja”, dan terakhir Alfy Aulia dengan puisi “Kasmaran” yang
dibawakan manja.
Dari keempat penampil, Yulilah
yang mendapat paling banyak jempol. Kekakuan dan kepolosannya justru melahirkan
greget tersendiri.
Yuli yang baru pertama itu tampil
memang kesehariannya bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik pembuat rambut
palsu di Purbalingga.
“Jadi buruh tapi masih sempat
menulis. Baca puisinya juga menghayati banget,” puji Fajar Rahmawati, pegiat
perkumpulan kaum muda Purbalingga bernama Jong Pebege.
Sedangkan Igo Saputra, pemilik
Kafe Pedangan, berharap seharusnya dihadiri lebih banyak orang agar lebih
banyak pula yang tercerahkan. “Publikasi seharusnya lebih digalakan lagi,” tuturnya.
Di akhir sesi apresiasi, Alfy
Aulia pun mencetuskan, “Semoga setelah ini muncul ’sesuatu-sesuatu’ yang lain
yang bisa mewarnai Purbalingga.”
Fitri Arumsari membacakan puisinya dengan penuh pengkhayatan. |
Keempat penampil saat sesi apresiasi. |
0 komentar:
Posting Komentar