Kamis, 11 Agustus 2011

“Mari Berpuisi” Acara Ngabuburitnya Kelas Menulis Purbalingga

Ini dia berita kegiatan terbaru Kelas Menulis Purbalingga. Minggu, 7 Agustus kemarin, Kelas Menulis baru saja menggelar acara bertajuk "Mari Berpuisi". Acara ini dimulai dimulai sekitar pukul 15:30 sore. Waktunya sendiri sengaja dipilih sore hari untuk sekalian ngabuburit menunggu bedug buka puasa.

Pemateri pada acara “Mari Berpuisi” ini adalah dua orang mahasiswa FISIP Unsoed, yaitu Mas Iskandar dan Mas Angga Miga Pramono yang akrab disapa Asta. Mas Bangkit Wismo, mentor tetap Kelas Menulis, mengatakan dua orang temannya ini memang sudah lama menulis dan menikmati puisi.


Kami pun tak sungkan sharing dengan Mas Iskandar dan Mas Asta seputar pengalaman dan kesulitan kami dalam menulis puisi. "Kalau lagi sedih itu gampang banget. Kalau seneng, malah susah membuat puisi. Enggak tahu kenapa," ungkap Lian yang sore itu berjilbab coklat.

Selanjutnya, saya sendiri bertanya, "Bagaimana cara memberikan rasa biar lebih dalam pada puisi, kan ada puisi yang pas dibaca itu rasanya dalam sekali. Tidak cuma seperti curhatan yang individual.” Setelah tampak berfikir beberapa saat, Mas Asta pun menuturkan puisi yang ada nilai "rasa" tu sangat tergantung pada pembacanya. Jika interpretasi pembaca tepat seperti yang diharapkan si penulis, akan ada feel yang pas juga saat membaca puisi tersebut.



Mas Asta juga menambahkan akan percuma jika membaca puisi yang humanis sekalipun, tapi kita sendiri sedang merasa depresi. "Misalnya, karena ditinggal pacar, itu pasti enggak nyandak,” jelas Mas Asta yang di panggil Mas Iskandar sebagai “asisten”.

Setelah satu jam berdiskusi di ruangan Kelas Menulis yang sore itu diakui disapu sendiri oleh Mas Bangkit, kami pun menyetujui ajakan Mas Iskandar untuk mencoba langsung menulis puisi di luar. Dia berujar, cobalah menulis dengan melihat sesuatu yang ada di sekitar. Misalnya, lingkungan Kota Purbalingga, masyarakatnya, Alun-alunnya. Dan kami berdelapan, yaitu Mas Iskandar, Mas Asta, Mas Bangkit, Syifa, Lian, Yubni, Fitri, dan saya sendiri pun segera menuju Alun-alun Purbalingga yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari Posko Kelas Menulis di Jalan. Letnan Ahmad Nur No. 43, Purbalingga.


Saat sudah sampai Alun-alum, suasana sudah hiruk pikuk oleh warga yang sedang ngabuburit. Kami diberi waktu 30 menit oleh Mas Iskandar untuk mencari inspirasi dan menulis puisi. Kami pun segera menyebar dengan antusias. Rasanya seperti sedang ikut lomba di televisi saja. Hehe.

Setelah semua selesai membuat puisi kami pun kembali ke Posko Kelas Menulis tepat beberapa menit sebelum adzan maghrib dikumandangkan. Meski ternyata Posko saat itu dalam keadaan mati lampu, kami pun tetap melanjutkan acara kami. Setelah berbuka bersama dan sholat maghrib, kami pun lantas membaca karya puisi teman-teman secara bergantian di teras samping rumah bercat kuning tersebut dengan penerangan cahaya HP dan laptop. Selain itu, kami juga saling memberikan penilaian terhadap karya teman kami seperti yang diminta Mas Iskandar.


Fitri yang paling banyak mendapatkan komentar karena puisinya dinilai “suram” dan menggunakan bahasa yang cukup sulit dicerna. Namun, meski begitu Fitri maupun yang lainnya tetap senang dan tertawa saja.

Terakhir, sebelum ditutup, Mas Iskandar berpesan meski bisa dijadikan sarana untuk mengeluarkan ide, ada baiknya karya puisi juga diarahkan untuk bisa berguna buat orang lain. "Jangan seolah-olah hanya pembuatnya yang memahami, hanya asyik pada dunia sendiri," pungkasnya. Dan acara “Mari Berpuisi” sore hingga malam itu tentunya memberikan pengalaman dan pengetahuan baru yang berkesan untuk kami. (Alfy Aulia)

0 komentar:

Posting Komentar