Sabtu, 16 Juli 2011

Kantong Plastik

“Bu…,“ Asfar menempel ibunya seusai sholat maghrib. Ibunya yang masih bermukena lengkap mengelus kepalanya.

“Bu, sepatu Asfar…,“ Asfar menengadah mencari wajah ibunya. Ibunya mengangguk. Anggukan yang sering Asfar lihat.

Esoknya hujan deras mengguyur desa. Usai sarapan nasi hangat dan garam, Asfar menenteng sepatunya yang bagian depannya sudah menganga seperti mulut buaya.

Ibu mendekati Asfar yang duduk di bangku bambu, memperhatikan sepatu Asfar. Raut mukanya berubah sedih dan semakin senja, lalu ia masuk ke dapur.



Ibu menahan Asfar yang hendak menali sepatu kanannya, diulungkannya tiga buah kantong plastik hitam. Asfar bingung.

Masih dengan wajah sendu ibu melepas kaos kaki dan sepatu Asfar lalu memasukkannya ke kantong plastik pertama. Dua kantong plastik lainnya ia pakaikan di kaki Asfar, layaknya memakaikan sepatu.

Terlihat ibu menahan pilu. Asfar kecil mengerti maksud ibunya. Ibu ingin ia menyimpan sepatunya di tas agar semakin rusak, lalu memakainya lagi saat sudah sampai kelas.

Ya, ibu memintanya kreatif dan bersabar, Asfar meyakini itu. Ibunya yang tidak bisa berbicara itu telah mengajarkan banyak hal, lewat tangannya, kasih sayangnya

Asfar menatap rak berisi jajaran sepatu-sepatu cantik itu. Ia memilih satu yang terbaik menurutnya dengan hiasan pita manis di atasnya. Tiara, putri kecilnya, tidak boleh sedih di tahun pertama sekolahnya. (Alfy Aulia)

0 komentar:

Posting Komentar