Minggu, 16 Juni 2013

Kelas Menulis Purbalingga Membedah "Celana"


Celana (3)4)

Ia telah mendapatkan celana idaman yang lama
didambakan, meskipun untuk itu ia harus
berkeliling kota dan masuk ke setiap toko busana

Ia memantas-mantas celananya di depan cermin sambil
dengan bangga ditepuk-tepuknya pantat tepos
yang sok perkasa. "Ini asli buatan Amerika,"
katanya kepada si tolol yang berlagak
di dalam kaca

Ia pergi juga malam itu, menemui kekasih
yang menungguinya di pojok kuburan. Ia memamerkan
celananya: "Ini asli buatan Amerika."

Tapi perempuan itu lebih tertarik pada yang
bertenger di dalam celana. Ia sewot juga.
"Buka dan buang celanamu!"

Pelan-pelan dibukanya celana yang baru, yang
gagah dan canggih modelnya, dan mendapatkan burung
yang selama ini dikurungnya sudah kabur entah ke mana.

by: Joko Pinurbo

Puisi ini menarik untuk dibaca, lucu tapi bermakna. Joko Pinurbo yang akrab disapa JokPin adalah salah seorang sastrawan yang disebutkan Kang Gustav, Minggu (16/06) di obrolan Kelas Menulis Purbalingga. Minggu itu, Kelas Menulis Purbalingga membedah puisi-puisi yang datang bersama Kang Gustav.
Selain JokPin, ada lagi penyair-penyair lain seperti Acep Zamzam Noor, Sitok, Gus tf, Rieke Diah Pitaloka, Afrizalian, Sutardji Calzoum Bachri, WS RendraSupardji Joko Damono dan beberapa yang lain yang dikenalkan Kang Gustav. Penyair-penyair tersebut bermunculan dari masa ke masa.

Chairil Anwar yang membikin "Aku Ini Binatang Jalang" ternyata seorang pelopor puisi modern dengan pengucapan gaya yang bebas. Ia melepaskan atribut-atribut yang ada dalam puisi lama (gurindam, soneta, dll) dan memelopori puisi modern.
Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

by: Supardji Joko Damono
"Puisi yang satu ini yang paling berjasa untuk Rakyat Indonesia," canda Kang Gustav, "Biasanya ada di undangan pernikahan". Meskipun ini sebuah canda, tapi cuma sedikit yang menanggapinya dengan senyum.

Obrolan itu sangat asyik. Sayangnya cuma empat dan Mas Bangkit saja yang keasyikan ngobrol dengan Kang Gustav. Yang lainnya mungkin masih nyaman dengan mereka yang sekarang, dan memilih untuk tidak ikut ngobrol asyik bersama Kelas Menulis Purbalingga lagi.

Minggu depan, Kelas Menulis Purbalingga keluar, praktek langsung membuat puisi. Keluar tentunya untuk menghindari kekangan tembok yang menghalangi inspirasi muncul. "Nang alun-alun apa?" tanya Mas Bangkit. "Sing rame. Angger nang tempat sepi yang mung ndomblong thok." [Fefaz Feri Fajar]

0 komentar:

Posting Komentar