Jumat, 06 April 2012

Gugur Kuncup Sidaguri

Hujan turun sedari sore. Tak mau berhenti. Seakan ingin menyiram tiap jengkal tanah yang gersang terpapar mtahari siang tadi. Gadis manis itu masih terududuk dibelakang meja kayu. Rambut panjang sebahunya terikat sembarang dibelakang kepala. Meninggalkan sejumput helai yang dibiarkan tergantung canggung tatkala ia asyik menulis.

Sesekali senyum manisnya terkembang. Matanya ikut tertawa jenaka seiring pikirannya yang melayang entah kemana. Mengembara.


Tiga puluh menit terlewati. Jari jemari lentiknya melipat kertas surat berwarna biru itu dengan teliti. Seakan turut menyertakan seluruh hatinya bersama sepucuk surat untuk sang kekasih.

“Nara? Belum tidur?”

Gadis manis itu menoleh sejenak. Tersenyum pada ibunya yang berdiri di ambang pintu.

“Menulis surat lagi? Untuk Satrio?” tanya Ibu, yang kini sudah duduk tepat disampingnya. Gadis bernama Nara itu, lagi hanya tersenyum. Wanita tua yang melahirkannya 17 tahun silam itu sudah hafal kebiasaannya menulis surat untuk seseorang yang entah berada dimana. Laki-laki yang ia cintai.

“Nduk, banyak laki-laki yang datang menemui ibu untuk melamarmu. Kenapa tidak kamu terima saja salah satu dari mereka?”

Nara menghela nafas.

“Bu, jatuh cinta sering terjadi berulang kali. Namun mencinta hanya terjadi satu kali.”

Giliran Ibu yang menghela nafas. Pasrah. (Syifa Faidati)

image source: tumblr.com

0 komentar:

Posting Komentar